Senin, 16 Mei 2011

Pengalaman Ramadan Membuat Natasha "Bangun dari Tidur"

diambil dari eramuslim.com


Natasha baru masuk Islam pada Januari 2011 lalu. Awalnya, perempuan asal Slovakia itu tidak merasa penting untuk berbagi cerita tentang keputusannya memeluk Islam. Tapi ia menyadari, bahwa ia sendiri mendapatkan banyak manfaat dari para mualaf lainnya yang mau berbagi pengalaman dan cerita tentang keislaman mereka. Natasha berharap, pengalaman yang akan ia bagi ini akan memberikan manfaat juga bagi orang lain, dan memberi inspirasi bagi mereka yang belum memeluk Islam, agar menemukan jalan kebenaran seperti jalan yang telah Natasha temukan sekarang, yaitu jalan Islam.
Natasha berasal dari keluarga Katolik di Slovakia, sebuah negara di Eropa Tengah yang penduduknya mayoritas memeluk agama Kristen, baik Kristen Protestan, Katolik, Kristen Ortodoks dan beberapa aliran dalam Kristen lainnya, sedangkan agama Islam tidak populer dan tidak begitu dikenal oleh masyarakat negaranya.
Namun Natasha mengakui bahwa ia memeluk agama Katolik, karena kedua orang tuanya Katolik. Ia memang rajin ke gereja setiap minggu dan belajar agama Katolik di sekolahnya, tapi ia tidak pernah benar-benar menghayati ajaran agamanya.
Ketika menginjak usia 16 tahun, Natasha baru berpikir tentang dirinya sendiri dan mempertanyakan tentang keyakinan agamanya. Ia tidak lagi bisa menerima doktrin "Begitulah semuanya terjadi, terima saja!" seperti yang ditekankan oleh ajaran Kristen Katolik yang dianutnya.
Ia ingat, sering menanyakan pada ibunya tentang banyak hal yang disampaikan para pendeta dalam khutbahnya seusai misa yang dihadirinya. Dalam banyak kesempatan, memang ada khutbah yang isinya bagus dan si pendeta berusaha memberikan arah kehidupan bagi para jamaahnya. Tapi Natasha merasa seperti seorang budak yang tidak punya keinginan sendiri. Ia menyadari, tak ada manusia yang sempurna dan manusia membutuhkan bimbingan. Tapi yang tidak dimengerti Natasha, mengapa seorang pendeta, yang juga manusia seperti dirinya dan bisa berbuat salah, bisa mendapatkan banyak otoritas.
"Waktu itu, tentu saja saya menghormati para pendeta dan ajaran Katolik dengan tradisinya yang sudah ada sejak lama, dan yang pasti karena keluarga saya Katolik. Tapi saya merasa itu saja tidak cukup. Saya melihat agama katolik hanya sebagai obyek tak berharga yang dibungkus dengan pembungkus yang indah. Saya mohon maaf pada umat Kristiani yang mungkin tersinggung oleh pernyataan ini, saya juga mengungkapkan apa yang saya rasalah. Ajaran Kristen mungkin memperkaya orang lain secara spiritual, tapi buat saya tidak," tutur Natasha.
Perlahan-lahan ia mulai menjaga jarak dari agama Katolik. Natasha tidak lagi ke gereja, tidak lagi berdoa dengan cara orang Kristen berdoa, meski ia masih tetap "bicara" pada Tuhan. "Ayah saya bukan seorang lelaki yang religius, tapi ia menyerap beragam ideologi, agama dan opini pribadinya sendiri. Maka saya pun mulai melakukan pencarian sendiri, pencarian tentang tujuan hidup ini dan prinsip-prinsip yang membawa manfaat buat saya dalam menjalani kehidupan ini," ujar Natasha.
Menurutnya, setiap orang mendengar panggilan dari lubuk hatinya yang terdalam pas sesuatu yang lebih tinggi dan lebih spiritual. Manusia, kata Natasha, dianugerahi intelijensia yang besar dan hawa nafsu yang bisa membuat manusia melupakan hal-hal penting. Misalnya bahwa "manusia akan pergi ke dunia yang lain" dan mereka akan tahu bahwa harta kekayaan tidak penting, dibandingkan teman-teman yang baik dan hubungan yang baik dengan mereka.
"Saya merasakan kehidupan saya sebelumnya sangat kosong, tanpa arah. Ketika Anda berkunjung ke negara lain, Anda melihat peta untuk mengetahui tempat-tempat menarik yang bisa didatangi. Jarang dari kita yang pergi tanpa tahu ke mana arah yang akan dituju. Hal yang sama berlaku pada hidup kita. Jika hidup kita aalah sebuah perjalanan besar, kita membutuhkan petunjuk arah dan kita harus tahu apa yang akan kita jumpai di akhir perjalanan nanti," kata Natasha.
"Saya merasa bahagia merasakan hal ini, karena membuat hati saya terbuka. Saya jadi terbuka pada opini dan ide-ide baru. Saya ingin mencoba apa saja yang menurut saya masuk akal. Saya pergi ke India, dan saya tahu tentang Hindu dan Islam," sambungnya.
Sampai akhirnya Natasha berkesempatan datang ke Indonesia dan banyak berdiskusi dengan beberapa muslimah yang menjadi teman sekamarnya. Sebagai non-Muslim dari Eropa, Natasha mengakui bahwa ia sedikit terpengaruh dengan propaganda anti-Islam. Ia masih mengingat cerita tentang perempuan-perempuan muslim yang diperlakukan dengan tidak baik oleh suami mereka, para teroris yang oleh media seringkali diidentikkan dengan musim, dan ia berpikir bahwa rata-rata muslim sangat gampang dicuci otak agar mau membunuh orang lain atas nama agama mereka.
Tapi sikap Natasha yang terbuka, membuatnya mudah untuk menerima pengetahuan yang baru. Ia mulai merasa mendapat pencerahan tentang Islam dan Muslim pada saat bulan Ramadan. Natasha tinggal bersama sebuah keluarga muslim, ia ikut berpuasa dan mulai belajar tentang dirinya sendiri. Ia pun menyadari betapa pentingnya sikap disiplin untuk mencapai apa yang ia inginkan dalam hidup ini.
"Saya juga menyadari, betapa pentingnya untuk tidak menjadi budak dari hal-hal yang sifatnya materialistis. Saat berpuasa, saya harus mengendalikan hawa nafsu dan emosi, yang ternyata jauh lebih berat dibandingkan menahan lapar dan haus. Saya mulai melihat dunia ini dari perspektif yang berbeda. Tiba-tiba saja, hal-hal yang berhubungan dengan kebendaan jadi terlihat tidak begitu penting. Tapi yang penting adalah hubungan antara manusia, memperlakukan orang lain dengan baik dan saling tolong menolong," tutur Natasha.
Masa-masa itulah yang membuat Natasha seperti "bangun dari tidur". Ia merasa senang dan bahagia meski ia lapar dan haus. Apalagi sebulan sebelum datangnya bulan Ramadan, Natasha berpikir bahwa tidak makan dan minum adalah sesuatu yang gila. Tapi selama menjalani Ramadan, Natasha melakukan pencarian jiwa untuk menemukan agama yang benar. Pada titik ini, ia membaca kembali Alkitab yang sudah lama ditinggalkannya.
"Dalam kekritenan, kami tidak membaca Alkitab. Yang saya maksud tidak membaca, kami hanya membaca beberapa bagian saja di gereja atau dalam kelas mata pelajaran agama, tapi tidak pernah secara sungguh-sungguh duduk dan membaca maknanya. Di saat saya mulai membaca Alkitab lagi, saya jadi tahu mengapa para pendeta tidak mendorong kami untuk membacanya. Isinya banyak yang bertentangan dengan apa yang saya pahami. Saya tidak akan menceritakannya dengan detil, karena sudah banyak cerita tentang kontradiksi ini, Anda bisa menemukan penjelasannya di mana-mana, termasuk dari internet," papar Natasha.
Itulah momen ketika Natasha akhirnya memutuskan untuk pindah ke agama Islam. "Tepatnya ketika saya menemukan banyak pernyataan dari para ilmuwan yang ternyata sudah ada dalam Al-Quran. Jadi, sangat absurd berpikir bahwa Nabi Muhammad Saw. mengetahui semua hal tanpa campur tangan sebuah kekuatan yang Maha Mulia. Nabi Muhammad seorang yang buta huruf! Ilmu pengetahuan itu sendiri sebelumnya bahkan tidak akurat, jadi tidak bisa dibilang bahwa Nabi Muhammad Saw menjiplak apa yang ada di Quran dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang berkembang," tukas Natasha.
Ia melanjutkan, "Jika Anda percaya bahwa dunia ini ada yang menciptakan, tidak susah buat Anda untuk menerima fakta bahwa hanya ada satu Tuhan, satu Sang Pencipta dan Dia menurunkan pengetahuannya itu pada utusan-Nya. Itulah yang kita kenal dengan kalimat syahadat, salah satu pilar Islam "
"Maka, setelah saya menyadari itu semua, saya yakin bahwa saya tidak bisa mundur lagi ke belakang. Jika kita mencari sesuatu dan kita berdoa untuk pencarian itu, kita tidak bisa pergi begitu saja ketika sudah menemukan apa yang kita cari," tukasnya.
Natasha bersyukur pada Allah Swt, yang telah membuka mata dan hatinya sehingga bisa menemuka jalan yang benar. Ia juga berharap orang lain yang belum menjadi muslim, juga akan menemukan jalan yang sama. "Menjadi seorang muslim penuh tantangan, tapi tantangan itu menyempurnakan kita. Saya tidak takut lagi dengan banyak hal yang dulu saya takuti. Saya menyandarkan kepercayaan saya pada Tuhan," ujarnya.
Sejak masuk Islam, Natasha mengaku menjadi manusia yang lebih disiplin. Ia yakin, dirinya bukan satu-satunya yang merasakan kedamaian dan keindahan Islam. "Insya Allah lebih banyak lagi orang yang menemukan jalan kebenaran Islam dan mereka berani untuk hidup sesuai dengan tuntutan Islam," tandasnya. (TROI)

Selasa, 10 Mei 2011

Muslimah yang Didamba, Seperti Apa Sih?

dari www.eramuslim.com

Yang lelaki tampan, punya pekerjaan mapan dengan gaji tiap bulan lebih dari cukup, bahkan berlimpah untuk ukuran materi, berpendidikan tinggi. Berasal dari keluarga baik-baik. Pun demikian, yang perempuan cantik, cerdas, berpendidikan tinggi. Menikah dan mempunyai putra-putri yang cerdas-cerdas pula.
Sudah sunnatullahnya begitu, cikal bakal dari kedua orang tuanya yang tak punya cacat
sosial mendidiknya, maka tak hanya cerdas dan tampan-cantik, tapi juga humanis. Sempurna, demikian orang menyebut keluarga itu.
Sudah baik rupa, baik budi, dan kaya pula. Keluarga harmonis, demikian para pakar parenting menganalisanya, karena azas saling mendengar dan saling memahami menjadi landasan utama, yang kuncinya adalah komunikasi.
Namun, tahukah? Ternyata keluarga yang begitu indah dipandang mata itu adalah ahli neraka. Kenapa? Padahal mereka tak pernah merugikan orang lain, tak pernah melanggar norma-norma kesusilaan masyarakat.

Sebabnya adalah, karena mereka tak pernah punya orientasi yang jelas setelahnya. Karena mereka tak pernah berpikir ada apa nantinya dibalik sekat pembatas kehidupan bernama kematian. Tujuan hidup cukup hanya sampai dunia yang nyata-nyata akan ada masa akhirnya.

Bahagia di dunia, memang. Tapi balasan derita di akhirat sudah menanti pasti. Semuanya bermula dari keimanan yang terabaikan. Keimanan tentang adanya Allah
Swt., Tuhan semesta alam yang wajib diibadahi, berlanjut pada keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari kiamat, qadha dan qadar.

Sungguh, di hari ini kita dapati, begitu banyak keluarga yang kelihatannya baik-baik saja, harmonis dan bahagia, namun dibalik itu, siksa neraka menanti. Oleh dasar itulah, menjadi ingatan yang tak bisa dinafikan, tentang peringatan Allah Swt ;

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan," ( At Tahrim: 6 )

Kalau sudah begini, masihkah kita memandang mereka menjalani hidup dengan baik-baik saja? Asal semua kebutuhan hidup tercukupi, anak-anak tak bermasalah, malah berprestasi. Maka semuanya menjadi indah. Ya, memang indah, namun keindahan yang semu dan itu artinya, kita tertipu !
Kembali ke aturan Islam, itulah jalan selamat.
Jika kita coba menelisik lebih dalam tentang peringatan Allah Swt. dalam kitab-Nya tersebut, maka akan kita dapati korelasi yang kuat bahwa aspek, efek, sikap, cara pandang, kepribadian dan apapun nantinya pada seseorang terlihat, bahan dasarnya adalah dari keluarga.
Karena jelas, semua laku yang tercipta, sekecil apapun itu, dengan detail telah tercatat di lembaran kitab para malaikat, yang kemudian Allah Swt. mengabarkan akan kita terima tanpa kurang satu hurufpun kelak di hari pembalasan.
Slide pun di buka tentang kehidupan kita, dievaluasi, mana yang sia-sia, maksiat dan jatuhnya ke neraka, mana yang baik, bermanfaat, namun tunggu, belum tentu jatuhnya ke surga.
Karena disini berlaku aturan yang jelas tentang pemaknaan kebaikan, yang menjadi nilai berarti atau hanya berhenti sampai dunia dan sia-sia belaka di akhirat. Aturan itu, Allah menyebutnya bernama niat, bahwa semua amal akan tergantung niatnya--hadis Arbain ke satu.
Maka jelaslah, kenapa keimanan itu menjadi pintu pembuka kemana kita nantinya setelah berakhirnya kehidupan ini, dengan kunci satu-satunya adalah syahadatain. Yang kemudian semuanya harus diterjemahkan dalam syariat-Nya.
Ini, sedang tidak mendongeng ria kawan, tapi mengajak siapa pun memunguti kembali kepingan-kepingan orientasi hidup yang sesungguhnya.

Jika demikaian adanya, mari kita kembali pada apa yang telah dinarasikan, dideskripsikan bahkan dicontohkan dalam Islam. Tentang bagaimana seharusnya sebuah keluarga menjalani kehidupannya dalam berkeluarga. Yang dalam Islam kemudian kita kenal dengan serangkai kata sakinah, mawaddah wa rahmah.

Muslimah, inilah peranmu !

Ketika kita berbicara tentang keluarga, maka komponen utama yang akan kita dapati adalah ayah, ibu dan anak. Semuanya telah begitu apik ditata dalam Islam tentang hak dan kewajiban, tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Meski bukan hadis Nabi Saw, dan hanya perkataan baik dari ulama, namun "wanita adalah tiang negara" sepertinya masih menjadi rujukan valid melihat realitas yang ada di kehidupan rumah tangga.
Hal ini bisa dibuktikan, bahwa wanita, yang memainkan dua peranan dalam waktu yang bersamaan; sebagai Isteri dan Ibu, turut menjadi komponen utama pembentuk karakter keluarga. Bahkan disebut-sebut, Ibu adalah madrasah aula (sekolah pertama) bagi putra-putrinya dalam konteks tarbiyatul aulad (pendidikan anak dalam Islam). Disisi yang lain, sering kita dengar, keluarga adalah peletak batu pertama peradaban. Dan wanita, engkau ada didalamnya.

Bukan berarti mengesampingkan peranan penting lelaki, karena pada kenyataan sang nahkoda juga tak kalah penting, terlebih disaat genting. Karena ia kemudian pemegang final segala keputusan yang harus ditaati oleh semua awak kapal. Hendak bagaimana dan kemana kepalnya melaju.

Hanya saja, ketika kita kembali melihat tugas wanita yang harus mengandung, melahirkan, menyusui dan akhirnya merawat dan menumbuh-kembangkan (baca:mendidik), maka disini terlihat jelas, bahwa harus ada bekal khusus bagi
seorang wanita dalam menjalankan peranannya. Bukan kemudian para bapak lepas tangan, tapi ada poin-poin yang hanya bisa dilakukan oleh wanita secara naluriah. Itulah sebabnya kenapa ada kodrat masing-masing yang tak perlu kita tuntut untuk disamakan, namun biarlah pada fitrahnya masing-masing untuk kita sinergikan begitu mistaqan ghalidza menyatukan.

Itu baru peranan menjadi Ibu, lalu bagaimana menjadi istri?

"Perhiasan terindah dunia adalah wanita salihah" demikan sabda Nabi Saw, nan
mashur menghargai wanita di kehidupan dunia.

Kenapa harus diidentikan dengan perhiasan terindah? Maka dalam hal ini, dua jempol untuk sang Nabi Saw., karena ketepatan beliau membidik ketertarikan para adam. Bahwa sudah menjadi fitrah dasar manusia, cenderung menyukai kepada hal yang indah-indah. Maka, suguhan keindahan hakiki hanya ditunjukan untuk wanita salihah, dan ini hanya berlaku untuk lelaki beriman yang tahu tentang hakikat keindahan, tanpa mudah tergoda kemudiain berhasil ditipu oleh keindahan palsu, semu dan sementara.

Pertanyaan sederhana dari para wanita kemudian, bagaimanakah wanita salihah
itu? Sebuah lirik nasyid dari the fikr, cukup lengkap mendeskripsikannya.

Wanita salihah adalah sebaik-baik keindahan.
Menatapnya menyejukan kalbu.
Mendengarkan suaranya menghanyutkan batin.
Ditinggalkan menambah keyakinan.
Wanita salihah adalah bidadari surga yang hadir di dunia.
Wanita salihah adalah ibu dari anak-anak yang mulia.
Wanita salihah adalah isteri yang menuguhkan jihad suami.
Wanita salihah, penerbar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat
(prolog)

Perhiasan yang paling indah bagi seorang abdi Allah, itulah ia wanita salihah, ia menghiasi dunia.

Aurat ditutup demi kehormatan, kitab Al-Quran didaulahkan, suami mereka ditaatinya, walau perjuangan dirumah saja akhlaq mulia yang ia hadirkan.

Karena iman dan juga Islam telah menjadi keyakinan. Jiwa raga mampu dikorbankan, harta kemewahan dilaburkan.

Didalam kehidupan ini, ia menampakan kemuliaan. Bagai sekuntum mawar yang tegar di tengah gelombang kehidupan.

(Wanita Shalihah, The Fikr)

Inilah muslimah sesungguhnya, yang mengerti bagaimana seharusnya menjalankan amanah kemuslimahannya, didamba tak hanya para Rijal penegak panji-panji Islam, namun juga peradaban dan kehidupan semesta.

***
Pada masanya nanti, amanah kemuslimahan ini akan dimintai pertanggung jawaban-Nya. Seberapa siapkah sekarang kita?

Penulis: Rifatul Farida

Sabtu, 07 Mei 2011

Bala Tak Pernah Mendahului Sedekah

Bala Tak Pernah Mendahului Sedekah

disadur dari wwww.eramuslim.com


Seperti hari-hari sebelumnya, saya diantar suami berbelanja ke sebuah tempat dimana tukang sayur biasa berkumpul. Bukan pasar, hanya sebuah jalan yang ramai dilalu orang dan ada sekitar empat gerobak sayur disana. Mobil pun diparkir di tempat yang aman.
Dalam perjalanan menghampiri tukang-tukang sayur tersebut saya berpapasan dengan seorang penyapu jalanan yang usianya sudah tua. Ia berjalan pincang dengan membawa sapu lidi dan pengki usangnya. Matanya awas dengan sampah yang berserakan di jalanan. Jarinya yang tak lagi utuh, cekatan memainkan sapu lidi hingga sampah-sampah itu tak berkutik. Sesekali ia berbincang dengan para tukang ojek yang juga mangkal. Saya tak berani memandang lama wajahnya. Sekilas tampak bibirnya cacat tak dapat mengatup satu dengan lainnya.
Sebenarnya buat kami, sudah sering kami berpapasan dengan Pak Tua penyapu jalanan ini. Namun jujur saja, baru kali ini aku dan suamiku tergerak hati untuk memberinya uang.
" Bun, ada 20 ribuan gak ?" pinta suamiku
" Ada, buat apa ?" jawabku setelah mengecek isi dompet
" Itu buat tukang sapu..." jawab suamiku
" Ooh ...." saya langsung memberikan uang itu pada suami lantas bergegas menuju para tukang sayur .
Setelah berbelanja, kami langsung pulang dan melupakan aktivitas tadi. Suamiku pun bersiap untuk berangkat kerja. Aku teringat belum membayar tagihan telpon dan internet. Sementara e-banking entah mengapa sedang tidak berfungsi. Terpaksa aku harus pergi ke atm. Dengan mengendarai mobil aku bergegas menuju atm.
Saat perjalanan pulang, dari arah yang berlawanan sebuah motor melaju kencang. Dari kejauhan, tampak pengendara tak berhelm itu merapat ke motor yang berada di sebelahnya. Dan benar saja persis di samping kanan saya kedua motor tersebut bersenggolan. Dua motor itu jatuh bersamaan hingga menyebabkan pengendaranya terpental. Benar-benar nyaris menabrak mobilku. namun subhanallah tak ada goresan sedikitpun di mobilku akibat kecelakaan tadi, yang ada itu karena usia mobil saya yang sudah tidak lagi muda.
Subhanallah, sambil menyetir , saya hampir tak percaya bahwa motor yang bersenggolan tersebut tak mengenai mobil sama sekali. Jelas bukan karena kelihaian saya menyetir, jam terbang saya hanya sekitar perumahan, bank dan swalayan terdekat. Saya percaya tak ada "kebetulan" dalam kehidupan ini. Saya pun langsung teringat sosok penyapu jalanan. Allah Swt. telah menghindarkan kami dari kecelakaan tadi.
"Sedekah dapat menolak 70 macam bencana, dan yg paling ringan (diantara bencana itu) adalah penyakit kusta dan lepra," (HR. Thabrani dalam Mu'jamul Kabir) . Angka 70 itu menunjukkan sesuatu yang banyak, tidak disebutkan satu-persatu, baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Bersegeralah bersedekah sebab yang namanya bala tak pernah mendahului sedekah". Subhanallahm hari itu saya benar - benar merasakannya. Mungkin kali ini namanya bukan lagi sedekah karena saya sudah menceritakan pada Anda, sebab sedekah yang baik tangan kanan memberi sementara tangan kirinya tak mengetahui.
Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia di bumi. Yang satu menyeru, 'Ya Tuhan, karuniakanlah ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kepada Allah'. Yang satu lagi menyeru 'Musnahkanlah orang yang menahan hartanya'”.
Maka belilah kesulitanmu dengan sedekah dan berniagalah pada Allah dengan bersedekah, Ia akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang -orang yang selalu diberi petujuk-Nya. Amin.


Penulis: Yuhyi Lestari

Kamis, 05 Mei 2011

BAYANGAN

SUMBER DARI : www.eramuslim.com

Di sebuah daerah nan jauh dari kota, seorang pemuda terhinggap penyakit aneh. Ia begitu gusar dengan keadaannya. Selalu gelisah. Karena penyakit itu, sang pemuda tak berani keluar rumah siang hari. Takut. Sangat takut.
Sebenarnya, penyakit itu tampak sederhana. Sang pemuda begitu merinding ketakutan ketika melihat bayangan hitam dirinya akibat sorotan cahaya. Tiap kali menemukan bayangan hitam yang mengikuti geraknya, si pemuda berteriak histeris. "Takut! Takut!" Mungkin, bayangan itu terlihat lain olehnya. Seperti sosok hitam misterius yang terus membayangi ke mana pun ia bergerak.
Beberapa tabib telah didatangkan. Ada yang ahli gangguan setan. Ada yang ahli jiwa. Ada juru nasihat. Dan seterusnya. Tapi, semua belum menggembirakan. Sang pemuda masih saja takut. Ia seperti tak akan pernah sembuh.
Hingga suatu kali, seorang guru berkunjung. Dari balik rumahnya nan gelap, sang pemuda mempersilakan kakek tua itu masuk. "Silakan masuk, Guru!" ucapnya pelan. Kakek dan pemuda itu pun duduk dalam ruang gelap. Nyaris, tak seberkas sinar pun bisa menelusup dari celah bilik rumah itu. Ruang-ruang di situ begitu rapat. Gelap dan pengap.
"Ada apa, anakku? Kenapa kau mengurung diri seperti ini?" suara sang kakek memulai pembicaraan. Wajahnya nan teduh bisa terasa jelas oleh sang pemuda. Pertanyaan itu seperti mengungkit-ungkit rasa kesadarannya yang tertimbun takut.
"Aku takut, Guru! Takut!" jawabnya singkat. "Takut apa?" tanya sang guru lagi. "Aku takut dengan bayangan hitam yang terus membuntutiku. Ia seperti menunggu saat aku lengah. Mungkin, sosok hitam itu akan membunuhku!" ungkapnya sambil sesekali menahan tangis.
"Anakku. Tahukah kamu kalau bayangan hitamlah yang mengantarku ke sini. Kini, ia tak dapat masuk bersamaku di ruang ini. Padahal, ia sahabat terbaikku. Kemana pun aku pergi, ia selalu menemani," ucap sang guru tenang.
"Tapi guru, ia begitu menyeramkan!" sergah sang pemuda bersemangat. Sang kakek pun tersenyum. Ia memegang pundak pemuda itu, lembut. "Anakku. Jangan terpengaruh dengan bayangan hitam. Karena itu pertanda kalau seseorang sedang tersorot cahaya," suara sang kakek sambil menahan nafas.
"Anakku," suaranya lagi agak lebih berat. "Songsonglah sumber cahaya, kau akan bahagia. Jangan terus menatap bayangan gelapnya. Karena kau akan takut melangkah!" ucap sang guru meyakinkan.
***
Dinamika hidup kerap menawarkan dua sisi. Satu sisi menawarkan peluang, dan sisi lain memunculkan ancaman. Ibarat cahaya, peluang selalu memberikan harapan. Dan cahaya yang menyorot sebuah benda, pasti akan membentuk bayangan. Itulah sisi gelap sebuah ancaman.
Persoalannya, orang kadang lebih sering melihat sisi gelap ancaman daripada harapan. Mau nikah, takut cerai. Mau bisnis, takut rugi. Mau jadi pejabat, takut kena hujat. Dan seterusnya. Orang pun terkungkung pada rasa takut bayangan hitam yang sebenarnya sisi lain dari sebuah peluang.
Menarik apa yang pernah diajarkan seorang ulama seperti Ibnu Qayyim soal cahaya harap dan ancaman takut. Beliau mengatakan, "Harap dan takut tak ubahnya seperti dua sayap pada seekor burung." Kepakan keduanya akan menerbangkan burung kemana pun ia pergi.
Mungkin benar apa yang dikatakan kakek guru di atas. Songsonglah cahaya harap, dan jadikan bayangan ancaman sebagai teman pengawas. Insya Allah, kita bisa terbang ke puncak cita-cita.